Meninggalkan
Istana Semarapura Menuju Den Bukit
Istana Raja Panji Sakti yang dibangun th. 1604 dan dipugar zaman
pemerintahan Raja Anak Agung Padang pada sekitar th. 1863
Lama
kelamaan setelah Ki Barak Panji hampir dewasa,bertambah khawatir dalem Saganing
bersama permaisurinya, demikian juga Ki Gusti Ngurah Jelantik dengan
permaisurinya, melihat keadaan dan sifat-sifat Ki Barak Panji lalu ia mencari
akal untul menghindari pertentangan di kemudian hari.
Akhirnya
Ki Barak Panji disuruh pulang kepada ibunya di Panji Denbukit tahun 1584.
Menjelang berangkat, Dalem Saganing pengantar 40 orang pilhan yang memiliki
keberanian dan kekebalan, yang dikepalai oleh Ki Dumpiung dan Ki Dosot. Setelah
semua orang-orang itu di kumpulkan lalu dibagikan keris yang masng-masing dapat
sebilah.Setelah dibagi-bagikan, keempat puluh orang itu telah menerima sebilah
keris, tetapi masih bersisa sebilah keris.Lalu dipungut kembali dan dihitung
ulang,benar empat puluh bilah tidak lebih tidak kurang.Lalu dibagi-bagikan
kembali kepada keempat puluh orang orang itu untuk menerima masing-masing
sebilah keris, tetapi masih saja tersisa sebilah. Karena itu berulang ulang
dihitung hasilnya tetap 40 bilah, setelah dibagikan tetap tersisa sebilah
keris, yang berbentuk mundarang cacarang bangbang. Semua orang yang hadir
heran. Oleh karena itu Dalem Sagening berpendapat, bahwa keris sisa itu, adalah
hak Ki Barak Panji yang akan menjadi pusaka,lalu di berikan kepadanya.
Sementara
itu Dalem Saganing menganugrahi Ki Gusti Barak Panji berupa bebaru atau senjata
sakti berupa sebatang suligi (lembing) bernama Ki Tunjungtutr, dan bendera
bernama Pangajatatwa. Setelah tiba waktunya, berangkatlah Ki Gusti Barak Panji
dengan ibunya, diantar oleh 38 orang, dikepalai oleh Ki Dumpiung membawa Ki
Pangkajatatwa dan Ki Dosot menuju Den Bukit.
Dikisahkan
perjalanan Ki Barak Panji dari Gelgel, lalu singgah di Desa Jelantik,
mengadakan persembahyangan di kampung halamanya dulu. Sehabis bersembahyang,
lalu terus berjalan ke utara berbelok ke barat di daerah samprangan, melalui kawisunya
(Mengwi), lalu masuk ke daerah bandan negara (Tabanan) terus ke utara menuju
Danau Beratan. Penjajahan memakan waktu sampai 4 hari,pada sampailah mereka di
Waktusaga (Batumenyan) daerah Den Bukit, lalu meraka berhanti di sana unutk
makan perbekalan yang berupa ketupat. Ketika makan ketupat tiba-tiba tersekat
ketupat yang ditelan, mka bingunglah semua pengikutmya mencari air, dana amat
susah mencarinya di Puncak Bukit yang 1.220 m tingginya kecuali turun ke danau.
Ketika bendera Ki Pangkajatatwa diambil oleh si Luh Pasek Panji, lalu
ditancapkan ditanah dengan maksud untuk memancangkannya. Karena Maha Murah dan
Maha KuasaNya Hayang Widhi atas hambanya , tiba-tiba terpercik air suci pada
tempat itu, la uterus digali hingga seperiuk dalamdan lebarnya, air itu keluar
terus. Mata air itu tetap tak berubah banyakny dan tak juga ke tempat, walaupun
ditimba beberap puluh kali. Air itu lalu
dinamai “Banyu Anaman” (Tirta Ketipat). Sampai sekarang air mata itu di
muliakan oleh umat hindu Bali, terutama keturunan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti
dan tururnan Ki Pasek Panji.
Setelah
meraka habis makan, lalu seluruh rombongan meneruskan perjalanan menuju barat
laut. Pada waktu itu matahari sudah hampir terbenam. Siang malam meraka
meneruskan perjalan hingga sampai pada punggung bukit yang mengitari Danau
Buyan. Tiba-tiba terjadilah sesuatu yang amat dasyat, yang dinamai Panji
Landung, dengan dasyatnnya menangkap Ki Gusti Barak Panji, lalu diangkat tinggi
pada bahunya. Ki Gusti Barak Panji merasa sampai dilangit, lalu dia disuruh
melihat ke timur, terlihatlah olehya penggunungan Tonyanyar (Tianyar). Disuruh
memandang ke utara tiada terlihat apa-apa
kecuali lautan saja. Kemudian dia disuruh memandang kebarat,terlihat
olehnya gunung Tanger (Blambangan). Kemudian disuruh memandang keselatan,
tetapi Ki Gusti Panji Barak Panji segera minta di turunkan, sebab tangis ibu
dan pengikutnya yang menyayat hati. Ki Gusti Barak Panji lantas diturunkan oleh
Panji Landung sambal berkata memberi anugerah, bahwa sekalian yang dapat dilihatnya
itu kelak akan menjadi wilayah Den Bhukit, dan sampai disanalah batas kekuasaan
Ki Gusti Barak Panji di kemudian hari. Demikian ucapan Panji Landung kepadanya,
lalu dia diturunkan kembali ke bumi, dan seketika itu juga mendadak menghilang
Panji Landung itu. Kembslinya Ki Gusti Barak Panji disambut suka cita oleh si
Luh Pasek Panji sekeluarga terutama ibunya.
Setelah
Ki Barak Panji telah tiba di Panji, lau 38 orang pengantarnya kembali pulang ke
Gelgel, hanylah Ki Dumpiung Dan Ki Dosot saja yang masih tinggal disana bersama
Ki Barak Panji,karena cinta dan kasihnya untuk mengabdi, kemnaa pun perginya
pasti mereka damping. Ki Gusti Panji yang masih kekanak-kanakan selalu pergi
kemana saja membawa keris anugerah Dalem Saganing, keris itu bahkan di paki mencukil
jengkeri atau menggali ketela. Demikianlah pekejaan sehari-hari, diiringi oleh
kedua sahyanya.
Demikian kisah sejarah ini, tunggu sejarah tentang Ki Barak Panji Sakti lainnya
Semoga Bermanfaat, Terima Kasih
No comments:
Write comments