Kurang lebih sekitar
tahun1489 M semasa Dalem Batur Enggong bertahta di sekitar tahun 1460-1550 M,
Danghyang Niratha datang di Bali tahun 1489 M bersama dengan putra-putrinya dan
mentap di Kemenuh daerah Blahbatuh. Seorang anaknya putri Swabhawa menetap di
Empulaki, ia dikenal dengan sebuatan Bhatari Melanting, menjadi Ratuning Gamang
(orang halus). Sedangkan berputra yang bergelar Dang Hyang Wiraghasandhi
(Peranda Kemenuh), mentap di Kayu Putih daerah Den Bukit. Dang Hyang
Wiraghasandhi amat bijaksan dan sakti, meiliki keris yang amat bertuah dan amat
masyur yang disebut “Keris Pakarya Kayu Putih”.
Dang Hyang Wiraghasandhi
diangkat oleh Ki Gusti Panji Sakti menjadi Purohita (Bagawanta), yaitu Pendeta
Kerajaaan dan diberi tempat di Banjar Ambengan, serta diberi kekuasaan
memerintah rakyat di sebelah barat Desa Kalibubuk, yang penduduknya berjumlah
3.000 jiwa dan Dang Hyang Wiraghasandhi bergelar Pedanda Sakti Ngurah.
Dang Hyang Wiragasandhi
juga dibuatkan asrama di sebelah timur Sukasada, disebut Grya Romarsana.
Setelah Pedanda Sakti Ngurah mangkat di Kayu Putih, digantikan oleh berputra
menjadi Purohita Raja, dengan gelar yang sama, Pedanda Sakti Ngurah. Sebgamana ayhnya,
ia juga dikenal menjadi pemimpin yang baik dan sakti, memiliki keris yang
sangat bertuah yang disebut “Keris Pakarya Banjar”.
Pedanda Sakti Ngurah amat
hormat dan setia kepada Ki Gusti Ngurah Panji. Mereka berdua memiliki sebuah “Perjanjian”
untuk setia suka maupun duka, berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing.
Perjanjian itu harus ditaati turun temurun. Sengketa (perjanjian) itu
dilaksanakan di asrama Romarsana. Karena itulah Romarsan disebut “sangket”, sampai
sekarang.
Ki Gusti Ngurah Panji
memiliki putra dan istri Dewa Ayu Juruh, Namanya Ki GUsti Ngurah Panji Gede,
putra kedua bernama Kigusti Ngurah Made, dan yang ketiga Ki Gusti Ngurah Panji Wala.
Selain itu juga ada lagi berputra dari istri-istrinya yang lain.
Dikutip dari Buku Sejarah
Ki Barak Panji Sakti
No comments:
Write comments